Janji Investasi
Janji Investasi Hijau Danantara, Apakah Ada Risiko Oligarki Baru?

Janji Investasi Hijau Danantara, Apakah Ada Risiko Oligarki Baru?

Janji Investasi Hijau Danantara, Apakah Ada Risiko Oligarki Baru?

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Janji Investasi
Janji Investasi Hijau Danantara, Apakah Ada Risiko Oligarki Baru?

Janji Investasi Peluncuran Danantara, Badan Pengelola Investasi Strategis Oleh Presiden Prabowo Subianto, Menjadi Salah Satu Langkah Paling Ambisius. Dengan modal awal mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp325 triliun, Danantara di gadang-gadang sebagai motor penggerak investasi hijau dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Namun, di balik narasi ambisius ini, muncul pertanyaan mendalam: benarkah Danantara sepenuhnya tentang masa depan hijau, atau ada potensi konsolidasi kekuasaan ekonomi yang mengarah pada terbentuknya oligarki baru?

Secara konsep, Danantara memang menjanjikan. Ia mengintegrasikan berbagai aset negara dan investasi lintas sektor ke dalam satu kerangka besar yang efisien dan terkelola. Proyek-proyek yang di utamakan pun menyasar sektor-sektor progresif seperti energi terbarukan, akuakultur, digitalisasi, hingga hilirisasi industri tambang. Di atas kertas, ini merupakan respons yang tepat terhadap kebutuhan pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan Janji Investasi.

Namun, perhatian muncul ketika struktur kepemimpinan dan manajemen Danantara diumumkan. Dengan kehadiran nama-nama besar seperti Ray Dalio, Jeffrey Sachs, serta tokoh-tokoh politik seperti Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono di jajaran penasihat, terlihat ada kecenderungan kuat ke arah konsentrasi kekuasaan di tangan segelintir elit nasional dan global. Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Danantara bisa menjadi alat strategis untuk melanggengkan pengaruh ekonomi-politik kelompok tertentu.

Lebih jauh lagi, potensi konflik kepentingan dan minimnya mekanisme pengawasan independen menambah kompleksitas persoalan. Tidak seperti lembaga negara yang tunduk pada kontrol parlemen dan audit publik secara ketat, posisi Danantara sebagai entitas investasi semi-independen menimbulkan ruang abu-abu dalam akuntabilitas. Jika tidak di jaga dengan transparansi dan keterlibatan publik yang kuat, ini bisa membuka jalan bagi praktik-praktik korporatisme terselubung yang merugikan rakyat Janji Investasi.

Pembentukan Dana Investasi Bersama Senilai US$4 Miliar

Di luncurkan pada 24 Februari 2025, Danantara—Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara di rancang untuk mengelola aset negara secara strategis. Dengan dana kelolaan awal sebesar US$20 miliar (sekitar Rp325 triliun), Danantara menargetkan investasi pada 15 hingga 20 proyek strategis di sektor-sektor seperti energi terbarukan, hilirisasi industri, dan teknologi digital. ​ Salah satu langkah signifikan adalah Pembentukan Dana Investasi Bersama Senilai US$4 Miliar dengan Qatar Investment Authority, yang di fokuskan pada sektor hilirisasi, energi terbarukan, dan teknologi.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, memperkirakan bahwa Danantara dapat menghasilkan keuntungan hingga US$25 miliar (sekitar Rp407,5 triliun) dari pengelolaan aset sebesar US$100 miliar. Pendekatan investasi yang berorientasi komersial dan produktif di harapkan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8% per tahun.  Meskipun prospeknya menjanjikan, Danantara menghadapi tantangan dalam hal transparansi dan tata kelola. Beberapa pihak mengkhawatirkan potensi konsentrasi kekuasaan ekonomi dan risiko konflik kepentingan, mengingat Danantara akan mengelola aset negara dalam jumlah besar. Kritik juga muncul terkait kemungkinan pengaruh politik dalam pengambilan keputusan investasi. ​

Secara keseluruhan, proyek Danantara memiliki potensi keuntungan yang besar bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam mendorong investasi strategis dan pertumbuhan ekonomi. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada penerapan tata kelola yang transparan, akuntabilitas yang kuat, dan mitigasi terhadap risiko politik dan konflik kepentingan. Pengawasan yang ketat dan partisipasi publik akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa Danantara benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia.​

Pengalaman global menunjukkan bahwa sovereign wealth fund (SWF) yang tidak di atur dengan ketat kerap menjadi instrumen bagi elite untuk mengakumulasi kekayaan di luar pengawasan demokratis. Apakah Danantara akan menjadi pengecualian atau justru mengulangi pola yang sama.

Proyek Janji Investasi Danantara Memang Ambisius Dan Penuh Harapan, Namun Sejak Awal Kemunculannya Tidak Lepas Dari Kontroversi

Proyek Janji Investasi Danantara Memang Ambisius Dan Penuh Harapan, Namun Sejak Awal Kemunculannya Tidak Lepas Dari Kontroversi. Berikut adalah beberapa aspek kontroversial utama terkait proyek ini:

  1. Potensi Konsentrasi Kekuasaan dan Oligarki Baru

Salah satu kritik utama terhadap Danantara adalah kekhawatiran bahwa proyek ini akan memperkuat kekuasaan ekonomi-politik segelintir elit nasional dan internasional. Dengan struktur superholding yang menggabungkan aset negara dan sejumlah BUMN besar, pengelolaan kekayaan Indonesia di pusatkan di satu entitas. Jika tidak di awasi ketat, hal ini bisa membuka peluang munculnya bentuk oligarki ekonomi baru, di mana pengambilan keputusan terkait investasi dan pengelolaan aset hanya di kuasai segelintir tokoh berpengaruh.

  1. Kurangnya Transparansi dan Mekanisme Pengawasan

Meskipun Danantara adalah badan yang mengelola kekayaan publik, ia tidak tunduk langsung pada pengawasan DPR sebagaimana kementerian atau lembaga negara lainnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa keputusan investasi dan alokasi dana bisa di lakukan tanpa transparansi yang memadai atau partisipasi publik. Banyak pihak mempertanyakan siapa yang mengawasi Danantara secara aktif, dan bagaimana mekanisme akuntabilitasnya bekerja.

  1. Keterlibatan Tokoh-Tokoh Politik dan Global

Masuknya tokoh-tokoh ternama seperti Ray Dalio, Jeffrey Sachs, bahkan mantan Presiden Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono ke dalam dewan penasihat Danantara menuai pertanyaan. Di satu sisi, keterlibatan mereka membawa legitimasi dan pengalaman internasional. Namun di sisi lain, hal ini memunculkan dugaan bahwa Danantara juga merupakan instrumen politik, bukan semata ekonomi. Ada kecurigaan bahwa pengaruh politik dapat memengaruhi arah investasi dan strategi bisnis. Beberapa ekonom memperingatkan bahwa pengelolaan aset negara dengan pendekatan komersial berisiko mendegradasi peran negara sebagai pelindung kepentingan publik.

Tidak Sedikit Masyarakat Yang Meragukan Efektivitas Danantara

Sebagian masyarakat melihat Danantara sebagai langkah strategis untuk mengelola aset negara secara lebih efisien dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Presiden Prabowo Subianto menekankan bahwa Danantara bukan sekadar badan pengelola investasi, melainkan instrumen pembangunan nasional yang akan mengoptimalkan cara pengelolaan kekayaan Indonesia . Dukungan juga datang dari tokoh-tokoh seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menekankan pentingnya tata kelola yang baik dan bebas dari konflik kepentingan.

Sikap Skeptis: Kekhawatiran terhadap Transparansi dan Tata Kelola

Namun, Tidak Sedikit Masyarakat Yang Meragukan Efektivitas Danantara. Kajian dari CORE Indonesia menunjukkan bahwa publik pesimis terhadap Danantara karena rentan terhadap konflik kepentingan dan potensi risiko penyalahgunaan dana . Presiden Prabowo sendiri mengakui adanya keraguan di kalangan masyarakat terhadap keberadaan badan baru ini, termasuk tingkat keberhasilan dari konsep yang telah di usung.

Reaksi Pasar: Respons Negatif terhadap Peluncuran Danantara

Peluncuran Danantara juga memicu reaksi negatif dari pasar. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyatakan bahwa sejauh ini respons pasar terhadap Danantara secara keseluruhan memang masih cukup buruk . Hal ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi risiko dan ketidakpastian yang terkait dengan proyek ini.

Kesimpulan: Perlu Pengawasan dan Transparansi yang Kuat

Secara keseluruhan, tanggapan masyarakat terhadap Danantara mencerminkan harapan akan transformasi ekonomi yang lebih baik, namun juga kekhawatiran terhadap transparansi dan tata kelola. Untuk meraih kepercayaan publik, Danantara perlu memastikan bahwa pengelolaannya di lakukan secara profesional, bebas dari konflik kepentingan, dan transparan. Pengawasan yang ketat dan partisipasi publik akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa Danantara benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia.​

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait