
Konflik Meletus! Rudal Israel Menghantam Iran, Ini Respon PBB
Konflik Meletus! Rudal Israel Menghantam Iran, Ini Respon PBB

Konflik Meletus Dunia Kembali Diguncang Oleh Ketegangan Geopolitik Yang Mengancam Stabilitas Global Yuk Kita Bahas. Dalam sebuah operasi militer besar-besaran, Israel melancarkan serangan udara terhadap wilayah Iran, menyasar sejumlah fasilitas militer dan nuklir strategis. Serangan yang terjadi dini hari ini di sebut-sebut sebagai salah satu aksi militer terbesar Israel dalam dua dekade terakhir dan telah menewaskan sejumlah tokoh penting Iran, termasuk petinggi militer dan ilmuwan nuklir.
Serangan tersebut di namai Operasi “Rising Lion”, melibatkan lebih dari 200 jet tempur, termasuk F-35I, serta rudal presisi jarak jauh. Target utama Israel adalah pusat pengayaan uranium Natanz, fasilitas militer di Isfahan, serta pusat komando milik Korps Garda Revolusi Iran (IRGC). Beberapa situs mengalami kerusakan parah, sementara ledakan besar terdengar hingga ratusan kilometer dari titik serangan Konflik.
Pemerintah Iran langsung menanggapi dengan menyatakan bahwa serangan ini adalah bentuk “deklarasi perang” dan menjanjikan pembalasan keras. Dalam pidatonya, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menegaskan bahwa “setiap darah yang tumpah akan di balas dengan darah.”
Dunia Panik, Harga Minyak dan Emas Melonjak
Konflik ini tak hanya berdampak di Timur Tengah, namun langsung mengguncang pasar global. Harga minyak mentah Brent melonjak hingga di atas 100 dolar AS per barel, sementara emas kembali menjadi aset aman, mengalami kenaikan tajam dalam satu malam.
Bursa saham di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia di buka dengan tren negatif. Para analis memperingatkan bahwa eskalasi konflik ini bisa menghantam rantai pasok global, khususnya energi dan logistik, di tengah kondisi ekonomi dunia yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi Konflik.
Berisiko Besar Mengancam Perdamaian Dan Keamanan Global
Pasca serangan udara besar-besaran yang di lancarkan Israel terhadap Iran pada pertengahan Juni 2025, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bergerak cepat merespons eskalasi konflik yang berpotensi memicu perang berskala regional. Melalui Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, lembaga internasional tersebut mengeluarkan pernyataan tegas yang menyerukan penghentian segera aksi kekerasan dan memulai proses di plomasi intensif untuk meredam ketegangan.
Dalam konferensi pers yang di gelar di markas besar PBB di New York, Guterres menyatakan bahwa serangan Israel ke wilayah kedaulatan Iran “Berisiko Besar Mengancam Perdamaian Dan Keamanan Global.” Ia menegaskan bahwa “tidak ada solusi militer yang dapat menyelesaikan ketegangan Timur Tengah, hanya di alog yang dapat menjamin masa depan kawasan dan keselamatan warga sipil.”
PBB menyampaikan keprihatinan mendalam atas jatuhnya korban jiwa dalam serangan tersebut, termasuk warga sipil dan ilmuwan nuklir yang tidak terlibat langsung dalam konflik bersenjata. Badan-badan PBB seperti UNHRC (Dewan Hak Asasi Manusia PBB) dan UNOCHA (Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan) juga mulai menilai potensi krisis kemanusiaan yang bisa terjadi apabila konflik terus meluas, terutama jika terjadi eksodus warga sipil dari wilayah terdampak.
Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat untuk membahas situasi tersebut. Dalam forum itu, terjadi perdebatan tajam di antara negara anggota tetap—Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis, dan Inggris. Beberapa negara seperti Rusia dan China mengecam keras tindakan Israel dan menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional dan Piagam PBB. Sebaliknya, Amerika Serikat, meski tidak secara terbuka mendukung serangan Israel, menyerukan “pemahaman terhadap kebutuhan Israel untuk melindungi diri.”
Setelah Konflik Serangan Besar-Besaran Israel Menghantam Berbagai Target Militer Dan Nuklir Di Iran
Setelah Konflik Serangan Besar-Besaran Israel Menghantam Berbagai Target Militer Dan Nuklir Di Iran, Teheran tidak tinggal diam. Beberapa jam setelah ledakan di Natanz, Isfahan, dan markas IRGC, Iran memulai apa yang mereka sebut sebagai “pembalasan terukur”. Rudal balistik dan drone bersenjata mulai di luncurkan dari wilayah Iran menuju kota-kota besar Israel, termasuk Tel Aviv, Haifa, dan Yerusalem. Serangan ini menandai di mulainya fase baru dalam konflik, yakni balas dendam terbuka yang selama ini hanya berupa ancaman retoris.
Menurut laporan media setempat dan konfirmasi dari militer Israel, lebih dari 70 rudal dan 40 drone di kirimkan Iran secara bertahap dalam waktu 12 jam pertama. Sebagian besar berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara Iron Dome, namun beberapa rudal berhasil menembus pertahanan dan menyebabkan kerusakan ringan hingga sedang di wilayah sipil. Korban jiwa masih dalam proses pendataan, namun laporan awal menyebutkan adanya luka-luka pada warga sipil dan kerusakan infrastruktur.
Pemerintah Iran melalui juru bicara militernya menyebut bahwa ini adalah “langkah awal dalam membalas darah para syuhada yang gugur dalam serangan pengecut Israel.” Target serangan balasan di sebut “di pilih secara strategis untuk mengirim pesan bahwa Iran memiliki kapasitas militer untuk membalas dengan presisi tinggi.”
Tak hanya serangan langsung dari wilayah Iran, kelompok-kelompok proksi Iran. Seperti Hizbullah di Lebanon dan milisi Houthi di Yaman juga mulai meningkatkan intensitas serangan ke wilayah Israel dan sekutunya. Serangan roket dari Lebanon Selatan ke wilayah perbatasan utara Israel pun mulai terjadi. Memperluas spektrum konflik ke wilayah yang lebih luas.
Menimbulkan Dampak Kemanusiaan Dan Geopolitik, Tetapi Juga Langsung Mengguncang Pasar Keuangan Global
Konflik yang meletus antara Israel dan Iran tidak hanya. Menimbulkan Dampak Kemanusiaan Dan Geopolitik, Tetapi Juga Langsung Mengguncang Pasar Keuangan Global. Ketika serangan udara Israel mulai menghantam fasilitas militer dan nuklir di Iran, reaksi pasar dunia muncul secara instan. Harga minyak melonjak tajam, emas mencetak rekor tertinggi dalam beberapa bulan terakhir. Dan bursa saham di berbagai negara mengalami penurunan signifikan.
Harga minyak mentah Brent melonjak lebih dari 10 persen. Menembus angka USD 105 per barel, level tertinggi sejak krisis energi global terakhir. Kenaikan ini di picu oleh kekhawatiran bahwa konflik akan mengganggu pasokan minyak dari kawasan Timur Tengah. Terutama karena Iran adalah salah satu produsen minyak utama dunia, dan selat Hormuz. Jalur penting ekspor minyak global—berada dalam jangkauan konflik.
Tak hanya minyak, harga emas pun meroket. Logam mulia ini kembali menjadi safe haven atau aset aman bagi investor di tengah ketidakpastian global. Dalam waktu kurang dari 24 jam, harga emas naik hingga USD 2.450 per ons. Karena pelaku pasar beralih dari saham dan obligasi ke instrumen yang di anggap lebih stabil saat terjadi krisis.
Sementara itu, indeks saham seperti Dow Jones, FTSE, Nikkei, hingga IHSG di Indonesia mengalami penurunan tajam. Investor global cenderung menghindari risiko, dan menjual aset berisiko seperti saham atau mata uang pasar berkembang. Nilai tukar dolar AS dan franc Swiss pun menguat tajam, menunjukkan pelarian modal menuju mata uang-mata uang kuat.
Para analis ekonomi memperingatkan bahwa jika konflik ini terus berlanjut atau bahkan meluas ke negara-negara tetangga. Dampak terhadap inflasi global bisa semakin buruk. Negara-negara pengimpor minyak seperti India, Jepang. Dan negara-negara di Eropa di prediksi akan merasakan tekanan harga energi. Dan pangan yang lebih tinggi dalam beberapa pekan ke depan. Bank-bank sentral di berbagai negara pun mulai memantau situasi dengan cermat. Sebuah konflik berkepanjangan di kawasan Timur Tengah bukan hanya persoalan geopolitik Konflik.