Hak Suara Tetap Di Berikan Kepada ODGJ Saat Pemilu

Hak Suara Tetap Di Berikan Kepada ODGJ Saat Pemilu
Hak Suara Tetap Di Berikan Kepada ODGJ Saat Pemilu

Hak Suara Adalah Kedaulatan Yang Di Berikan Negara Kepada Penduduknya Untuk Memilih Dan Di Pilih Serta Menerapkan Prinsip Demokrasi. Yang mana hal ini tertuan dalam Undang Undang Tentang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999 Pasal 43 yang mengatur hak pilih. Undang undang ini mengatakan bahwa setiap warga negera berhak memiih dan di pilih dalam pemilihan umum. Pemilihan yang berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara langsung. Baik secara umum, bebas, adil dan jujur sesuai ketentuan dan peraturan perundang undangan. Kemudian, keikut-sertaan masyarakat dalam pemilihan umum merupakan bentuk upaya dan ekspresi dari masyarakat. Kedaulatan rakyat tak bisa di lepaskan dari yang namanya pemilu, karena hal ini merupakan keharusan yang di lakukan. Di Indonesia, penerapan pemilihan umum merupakan representasi dari penafsiran UUD 1945 agar tercapai dan terciptanya masyarakat demokratis. Hak pilih di akui keberadaanya dalam pemilihan umum dan merupakan persyaratan fundamental bagi negara yang menganut sistem demokrasi.

Secara teknis dalam praktek menjalankan kedaulatan rakyat secara sah adalah pemerintahan yang di pilih secara langsung oleh rakyat. Terdapat perwakilan rakyat yang kemudian juga di pilih secara langsung oleh rakyat. Yang nantinya wakil rakyat tersebutlah yang akan bekerja dan bertindak atas nama dan untuk rakyat. Agar nantinya para wakil rakyat tersebut bekerja dan bertindak seperti yang di sebutkan di atas. Dengan mekanisme yang sama melalui pemilihan umum, maka fungsi utama dari pemilihan umum adalah.

  • Mencapai terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib.
  • Melaksanakan kedaulatan rakyat.
  • Serta, dalam rangka melaksanakan hak asasi warga negara.

Maka dari itu, Hak Suara merupakan pencerminan dari prinsip dasar bahwa pemerintah berasal dari pilihan rakyat. Selanjutnya, hal ini merupakan hal penting karena demokrasi merupakan alat penting untuk menunjukkan kedaulatan suatu negara. Yang mana melalui pemilu, demokrasi berjalan secara terpimpin dan menambah kekuatan dan kedaulatan rakyat dalam bernegara.

Hak ODGJ Dalam Pemungutan Suara

Komisi Pemilihan Umum memastikan ODGJ atau Orang Dalam Gangguan Jiwa dapat menggunakan hak pilihnya pada gelaran pesta demokrasi Februari mendatang. Ia menambahkan bahwa KPU Daerah di tingkat Kabupaten Kota akan melakukan koordinasi dengan pengampu ODGJ. Yang mana hal ini akan menentukan seorang dalam gangguan jiwa bisa menggunakan Hak Suara atau tidak pada hari H.

Terdapat sebuah ketentuan masa lalu di mana seorang yang terganggu jiwanya tidak mendapat hak pilih. Namun, ketentuan di dalam undang undang tersebut telah di revisi sehingga tidak ada kategori yang membuat ODGJ tidak mendapat haknya. Hak ODGJ Dalam Pemungutan Suara adalah sama dengan masyarakat umum yang sehat. Penambahan waktu khusus untuk kategori pemilih seperti ini tidak berlaku. TPS akan tetap melakukan pemungutas suara mulai dari jam 7 pagi hingga jam 1 siang. Yang mana saat ingin menggunakan haknya, pemilih dengan karakteristik seperti ini akan diawasi oleh pengampu. Pengampu yang akan mengawasi bisa di datangkan dari Rumah Sakit Jiwa atau pun Panti Sosial setempat.

Seorang Anggota KPU menambahkan bahwa terdapat beberapa kriteria ODGJ yang dapat ikut serta memeriahkan pesta demokrasi ini. Ia menginformasikan, jika seseorang tersebut tidak mengalami gangguan jiwa yang permanen maka orang tersebut dapat melakukan pemilihan. Ditambah, jika orang tersebut tidak memiliki catatan kejiwaan sehingga dia tak dapat memilih, maka ia dapat menggunakan haknya.

Hal tersebut mendapat respon dari Anggota Komisi II DPR yang menilai aturan tersebut tentu dapat berjalan dengan baik. Yang mana, asalkan KPU dapat menjelaskan dan berlaku transparan terhadap sebaran daftar pemilih yang berasal dari ODGJ di mana saja dan seberapa banyak. Ia merasa ketentuan ini sarat akan kecurangan oleh pihak pihak yang ingin mengakali kebijakan tersebut. Belum lagi jika berbicara TPS yang berada di wilayah lembaga pemasyarakatan yang mana level pengawasan KPU tidak sampai ke ranah itu. Semakin membuat masyarakat khawatir akan adanya hal hal yang mengintervensi jalannya pemilu dengan damai.

Polemik Yang Terjadi

Tercatat per 13 Desember 2023, terdaftar sebanyak dua puluh ribu orang dengan gangguan jiwa masuk dalam daftar pemilih tetap pemilu 2024 di Jakarta. Data tersebut terdapat di keseluruhan Jakarta dan Kepulauan Seribu saja, belum daerah lain. Yang mana dengan jumlah tersebut, penderita kejiwaan ini harus di dampingi oleh pengampu kejiwaan atau keluarga. Pendampingan hanya di lakukan sampai di area TPS namun tak sampai ke bilik suara. Serta tidak ada paksaan bagi orang tersebut untuk datang dan memiilih jika mengingat kondisi kejiwaan yang tidak dapat di prediksi kambuhnya.

Polemik Yang Terjadi di Jakarta ini mengharuskan seorang dengan gangguan kejiwaan untuk memiliki surat rekomendasi dari dokter kejiwaan. Hal tersebut berkaca dari Pemilu tahun 2019 yang mana pada saat itu ODGJ memang harus memiliki surat agar dapat masuk DPT. Hal tersebut mengingat kondisi kesehatan jiwa yang tidak stabil, sehingga terjadi kemungkinan tercipta kondisi yang kurang kondusif di TPS.

Mekanisme yang di gunakan ketika pendampingan di TPS pun masih belum di ketahui, namun yang jelas area bilik suara merupakan area netral. Yang mana di sekitar area hanya pemilih saja yang dapat menjangkau area tersebut dan tidak di sarankan berlama lama. Untuk surat rekomendasi, sampai saat ini masih belum di dapat di pastikan apakah surat tersebut masih berlaku pada pemilu 2024.

Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa surat rekomendasi dari Dokter kejiwaan tidak di perlukan karena hak ODGJ setara dengan masyarakat normal lainnya. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, namun dengan pertimbangan delusi atau halusinasi yang terjadi di hari pemilihan. Hal tersebut tentu akan merepotkan jika terjadi di TPS, maka dari itu ODGJ umumnya tidak di paksakan hadir untuk memilih. Pendapat lain yang juga tak sepenuhnya salah yaitu dengan mendukung di adakannya lagi penerbitan surat rekomendari dokter. Tentu hal ini juga sangat penting mengingat suara dari kelompok ini rentan untuk di manfaatkan.

Antisipasi Sebelum Hal Yang Tak Di Inginkan Terjadi

Seperti yang telah di jelaskan di atas, Hak Suara ODGJ rentan sekali untuk di manfaatkan. Seperti ke khawatiran Anggota Komisi II DPR di atas, KPU harus mampu melakukan Antisipasi Sebelum Hal Yang Tak Di Inginkan Terjadi. Hal ini dapat di lakukan mulai dari sosialisasi kepada petugas KPPS di Tempat Pemungutan Suara untuk bisa bekerja dengan professional. Hal tersebut sedikit banyak akan memberikan dampak terhadap pihak pihak yang ingin mengarahkan dan memaksa ODGJ untuk memilih secara manipulatif.

Jika hal tersebut telah berhasil di kuatkan di jajaran KPPS, maka penerbitan surat rekomendasi juga perlu di pertimbangkan ulang. Hal ini merujuk pada penjelasan di atas, yang mana dengan alasan kondusifitas surat rekomendasi ini akan menjadi tolak ukur bagi ODGJ. KPU di harapkan dapat memberikan peraturan yang rinci tentang teknis pemilihan serta pendampingan yang akan bagi pemilih dengan gangguan kejiwaan ini.

Dengan begitu, hak pemilih dari orang dengan gangguan jiwa dapat terjamin dan terhindar dari intervensi ketika mereka menggunakan Hak Suara.

Back To Top
Exit mobile version